This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 30 Juni 2014

(Video) Guru Inspiratif, Siswa Kreatif


Selasa, 24 Juni 2014

Tutorial Breeding Iguana

Sobat reptilers, mungkin kamu galau ketika reptil piaraanmu tiba-tiba bertelor. Tentunya kamu ingin menetaskannya.
Tenang, tidak begitu sulit kok sob..tinggal tonton video berikut, praktekin, insyaallah sukses!!


Teori Behaviorisme



TEORI BEHAVIORISME
Salah Satu Perspektif Psikologis Mengenai Belajar 
Oleh: Singgih, Dery, Sherley 


BAB I
PENDAHULUAN

Teori dipandang sebagai asas dengan ide, konsep maupun prosedur di dalamnya. Oleh karena teori memuat konsep maka teori dapat dipelajari, dianalisis serta diuji kebenarannya. Teori  belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan pembelajaran termasuk metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Ada beberapa teori dasar dan utama tentang belajar, diantaranya adalah teori behaviorisme, kognitivisme, dan teori konstruktivisme. Dilihat dari sejarah perkembangannya, behaviorisme merupakan teori yang tertua. Banyak perdebatan bermunculan ketika membahas tentang teori ini. Hal itu bisa jadi disebabkan oleh ketidakpahaman seseorang. Oleh karena itu pada bab selanjutnya akan kami uraikan lebih rinci mengenai pengertian, sejarah perkembangan, kelebihan dan kekurangan, serta aplikasi teori behaviorisme dalam pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Teori Behaviorisme
Behaviorisme yang juga disebut sebagai pendekatan behavioristik, merupakan paradigma utama dalam psikologi antara tahun 1920 sampai 1950 dan didasarkan pada sejumlah asumsi yang mendasari tentang metodologi dan analisis perilaku. Behaviorisme sangat berkaitan dengan perilaku yang dapat diamati, yang bertentangan dengan kejadian internal seperti berpikir dan emosi. Diamati (eksternal) maksudnya perilaku dapat diukur secara obyektif dan ilmiah. Kejadian internal, seperti berpikir harus dijelaskan atau digambarkan melalui perilaku.
Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Tokoh pelopor dari teori behavioristik adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie dan Skinner. Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. (Driscoll dalam Donna Green, 2002). Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fifik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Beberapa pandangan behaviorisme terhadap manusia adalah sebagai berikut;
1.    Manusia tidak memiliki kehendak. Namun lingkungan menentukan perilaku mereka.
2.    Saat lahir pikiran kita adalah kosong.
3.    Hanya ada sedikit perbedaan antara konsep pembelajaran yang terjadi pada manusia dan hewan. Oleh karena itu penelitian dapat dilakukan pada hewan maupun manusia.
4.    Perilaku merupakan hasil dari stimulus – respon.
5.    Semua perilaku dipelajari dari lingkungan.
B.            Perkembangan Teori Behaviorisme

1.        Edward Edward Lee Thorndike (1950an) Teori Koneksionisme

Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Hasil eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam kandang kucing diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Thorndike dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan karena sumbangannya yang cukup besar terhadap dunia pendidikan.

Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap response menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan response lagi, demikian selanjutnya.

Thorndike kemudian menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut:
1.             Hukum Kesiapan (law of readiness)
Semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan. Namun, akibat lainnya ia tidak akan melakukan tindakan lain.
2.         Hukum Latihan (law of exercise)
Semakin sering tingkah laku diulang (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi atau lingkungan dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
3.         Hukum Akibat (law of effect)
Hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah  jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.


Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum-hukum tambahan sebagai berikut:
a.    Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response).
     Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b.    Hukum Sikap ( Set/ Attitude).
     Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.
c.    Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element).
     Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi ( respon selektif).
d.   Hukum Respon by Analogy.
     Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah.
e.    Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)
     Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.

Di dalam perjalanan penyampaian teorinya, thorndike melakukan revisi terhadap Hukum Belajar, antara lain:
a.         Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
b.         Hukum akibat direvisi, yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
c.         Syarat utama terjadinya hubungan stimulus-respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
d.        Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.

2.      Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) Classic conditioning

            Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan anjing karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang. Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Ujicoba kedua, sebelum makanan diperlihatkan, maka diperlihatkan sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula. (sebagian data diambil dari www. dakota.fmpdata.net/PsychAI)
            Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.

3.        Burrhus Frederic Skinner (1940an) Operant Conditioning.

Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Skinner meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik. (Sharon E Smaldino, et al 2011).
Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :
Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yangdapat diatur nyalanya, dan lantai yanga dapat dialir listrik. Karena dorongan lapar tikus beruasah keluar untuk mencari makanan. Selam tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Hasil percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan.
Beberapa prinsip Skinner antara lain (Michael & William, 1981):
    1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika bebar diberi penguat.
    2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
    3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
    4. dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman.
    5. dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
    6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
    7. Dalam pembelajaran digunakan shaping.

4.         Robert Gagne ( 1916-2002).

Gagne mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multi media. Teori Gagne banyak dipakai untuk mendesain software instruksional. Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. (Mary Anne Weegar, 2012). Ketrampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutkan pada yang lebih kompleks.

5.    Albert Bandura (1950an); teori belajar sosial

Teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku dari orang dewasa disekitarnya. Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:
1.      Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
2.      Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
3.      Reprodukdi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4.      Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motifasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka Teori Behaviour Kognitif. Teori belajar sosial membantu memahami terjadinya perilaku agresif dan  penyimpangan psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku. Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.
C.            PRINSIP-PRINSIP UTAMA BEHAVIORISME
Berdasarkan pengertian dan konsep teori-teori para behaviorist, dapat diperoleh gambaran mengenai prinsip-prinsip umum dari teori ini, diantaranya (Donna Green, 2002);
1.                  Mementingkan faktor lingkungan
2.                  Menekankan pada faktor bagian/ komponen
3.                  Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
4.                  Sifatnya mekanis
5.                  Mementingkan masa lalu
6.                  Cenderung melihat hasil

D.           KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
1.        Kelebihan Teori Behaviorisme 
·       Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
·       Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
·       Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak.
·       Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
·       Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.
·       Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.
·       Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan. 
·       Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
2.    Kekurangan Teori Behavioristik 
·       Sebuah konsekwensi bagi guru untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
·       Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metose ini.
·       Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif. 
·       Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa. 
·       Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru.
·       Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
·       Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.
·       Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru(teacher cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
·        Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.

E.            APLIKASI BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik.. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan kebebasan bagi peserta didik untuk berkreasi dan bereksperimen. Teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur. Oleh karena itu, pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran.

F.            Keterkaitan Teori Behaviorisme dengan Kurikulum 2013
Teori belajar berhubungan erat dengan teori pembelajaran, dimana teori-teori belajar dijadikan sebagai dasar untuk membuat sebuah model, metode, strategi pembelajaran. Membaca pemaparan isi kurikulum 2013 yang berbasis sains, di mana peserta didik diperkenalkan sebuah struktur belajar melihat, menyimak, bertanya, observasi, menemukan dan kegiatan lain yang mendorong siswa aktif secara fisik. Penilaian pembelajaran pada kurikulum 2013 cenderung pada proses dan perilaku peserta didik, hal ini sangat sejalan dengan teori belajar kostruktivisme dan behaviorisme. Konstruktivisme memandang belajar sebagai sebuah proses membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman nyata, sedangkan behaviorisme mamandang belajar sebagai perubahan tingkah laku yang dapat diamati dan terukur.


BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Sebagai konsekuensi dari teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme harus menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga untuk menerapkan kondisi behaviorist, kejelian dan kepekaan guru sangat dibutuhkan dalam melihat situasi dan kondisi belajar  Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membutuhkan praktek dan pembiasaan.


REFERENSI

Donna Green. (2002). From Theory to Practice: Behaviorist Principles of Learning and Instruction. Teaching and Learning Newsletter. Volume 7(2) p1.
Mary Anne Weegar. (2012) . A Comparison of Two Theories of Learning: Behaviorism and Constructivism as applied to Face-to-Face and Online Learning. E-Leader Manila
Michael & William. (1981). Behavioral Learning Theory. Journal of Marketing. Vol 45.
Sharon E. Smaldino, et al (2011). Instructioal Technology & Media for Learning. Jakarta: Kencana